Kampung Bugis
SINGAPURA
Menurut sejarah, 9 dari 13 kerajaan dan kesultanan di Malaysia adalah keturunan raja raja Bugis, termasuk kerajaan terbesarnya, Selangor, hingga Yang Dipertuan Agung (Raja Malaysia), yang dijabat secara bergantian oleh raja raja dari negara negara bagian di Malaysia. Kejayaan Bugis yang berbaur sebagai orang Melayu itu pun, berpengaruh sampai ke Singapura.
Ketika Singapura jatuh ke tangan Inggris, orang orang Bugis sudah melakukan perdagangan di Singapura bersama etnis China dan Eropa. Namun tidak sedikit juga yang dijadikan laskar bayaran, yang dihasut oleh Inggris untuk membunuh etnis lain. Di kawasan Kallang, menurut sejarah Singapura, orang orang Bugis pernah melakukan pembunuhan massal terhadap orang orang Jawa yang juga adalah pendatang di sana. Lebih dari 20.000 orang Jawa konon di bunuh, karena hasutan orang orang Inggris.
Hingga kini kawasan Kallang masih ada, bahkan sudah berkembang pesat di Singapura. Namun, Kampung Bugis di kawasan itu masih tetap ada, bahkan diabadikan sebagai nama jalan ‘Kampong Bugis Street’. Jauh dari Kallang, terdapat distrik Bugis, yang merupakan salah satu kawasan perdagangan terkenal di Singapura.
Di kawasan Bugis berdiri pusat perbelanjaan terkenal seperti Bugis Village, Bugis Junction, Bugis Square, dan Arab Street. Di kawasan ini juga terdapat masjid terbesar di Singapura, ‘Sultan Mosque’, yang merupakan masjid peninggalan pengusaha pengusaha Bugis di jaman itu. Konon untuk membangun masjid itu, orang orang Bugis mengumpulkan uang dan emas, bahkan mereka menjual tanahnya di kawasan Geylang, yang dulunya sebagian besar adalah milik orang orang Bugis.
Dari kampung-kampung Bugis ini lahir saudagar-saudagar kaya, yang kemudian berfungsi sebagai penyedia modal untuk para nelayan dan pedagang-pedagang yang mengarungi laut nusantara. Saudagar tidak menerapkan sistim upah, tapi sistim bagi hasil kepada anak buahnya (diatur dalam kesepakatan saudagar di bawah pimpinan Amanna Gappa). Bandar Singapura adalah tempat berkembangnya saudagar-saudagar Bugis dan melakukan temu niaga dengan saudagar-saudagar China, Saudagar India, dan Arab. Portugis yang mencari jalan ke timur, kemudian menaklukan Malaka, memotong jalan dagang Saudagar India dan Arab, mencoba menerobos ke Jawa dan mendirikan loji di Sunda Kelapa, memby-pass Singapura. Mulailah sejarah penetrasi Eropa ke Asia Tenggara sebagai wilayah penghasil perikanan dan rempah-rempah. Link antara Saudagar Bugis dan Saudagar Arab dan India Mulai terputus, transaksi saudagar Bugis mulai menurun dan perlahan-lahan didikte oleh pedagang Barat.
Kampung-kampung Bugis di bawah kepeloporan saudagarnya memelihara adat istiadat Bugisnya terutama yang sejalan dengan ajaran tauhid Islam, Bahasa dan aksaranya mereka pelihara, adat istiadat dalam pergaulan mereka pelihara, satu sifat yang dipegang teguh adalah budaya Siri. Berpangkal dari budaya siri ini, mereka mengekspresikan dirinya, memperkenalkan dirinya sebagai turunan Bugis. Bangunan rumah tinggal, terutama bentuk atapnya dipertahankan. Tata-cara perkawinan dilestarikan, kegemaran pada perhiasan emas (perempuan) dipertahankan, dan niat menunaikan ibadah haji dijadikan alasan untuk bekerja keras mencari nafkah.
Pra-1950-an
Menurut penduduk jangka panjang pengetahuan daerah, sebelum kedatangan Inggris , dulu ada sebuah kanal besar yang mengalir melalui daerah dimana Bugis , orang pelayaran dari Sulawesi Selatan provinsi di Indonesia, bisa berlayar sampai, tegalan mereka perahu dan perdagangan dengan pedagang Singapura.
Itu adalah orang-orang setelah yang jalan itu bernama. The Bugis , atau Bugis , juga menempatkan keterampilan berlayar mereka untuk jinak menggunakan lebih sedikit dan memperoleh reputasi di daerah sebagai suatu ras bajak laut haus darah.
Agustus 2005 dan seterusnya dengan tanda-bertatahkan dop besar di malam hari, sebenarnya dikembangkan dari New Bugis Street , yang kedua yang telah dibuat setelah seluruh daerah itu dibangun kembali pada pertengahan 1980-an. Baru ‘Bugis Street’ adalah sebuah labirin jalur dilapisi dengan kios yang menjual Pasar Malam barang. Ini membentang dari pintu masuk di sepanjang Victoria Street menghadapi asli Bugis Street dan Bugis Junction ke pintu masuk lainnya di sepanjang Queen Street menghadap pintu masuk ke Albert Street.
Saat ini, Kampung Bugis ini mengalami pasang surut. Kampung-kampung Bugis ini banyak yang tinggal nama. Penduduk di Kampung itu sudah berganti, perkampungan baru tidak lagi diberi nama Kampung Bugis, kecuali di Singapura ada real estate di Bugis Street menggunakan nama Bugis Junction. Negara Singapura tetap mengenang jasa-jasa saudagar Bugis, antara lain dengan tetap menggunakan gambar perahu Phinisi/Palari pada mata uang kertasnya.Bugis Street asli sekarang menjadi relatif, lebar jalan berbatu diapit bangunan dari Bugis Junction pertokoan. Di sisi lain, jalan saat ini disebut-sebut sebagai “Bugis Street” oleh Singapore Tourist Promotion Board sebenarnya dikembangkan dari New Bugis Street, dan adalah tagihan sebagai “jalan-lokasi perbelanjaan terbesar di Singapura”.
Namun dari sekian banyak etnis yang membentuk orang orang Melayu Singapura, tampaknya Bugis-lah yang paling besar pengaruhnya, sehingga diabadikan sebagai nama sebuah distrik terpenting di negara pulau itu. Tidak hanya nama ‘Bugis’, kawasan lain yang juga diambil dari Bugis adalah Sengkang. Di Singapura terdapat distrik Sengkang, yang diambil dari nama kota di Sulawesi Selatan, ibukota Kabupaten Wajo, yang merupakan salah satu daerah asal perantau perantau Bugis di Tanah Melayu. Kawasan Sengkang, kini sudah menjadi bagian dari modernisasi Singapura. Di Sengkang, berdiri Markas Besar kepolisian Singapura, kantor kantor pemerintahan, sekolah, hingga kawasan bisnis dan pusat perbelanjaan. Jika ada masa ke Singapura, silahkan datang ke Bugis dan Sengkang. Kawasan landmark, bukti kejayaan orang orang Bugis khususnya, dan Indonesia pada umumnya di Negara Jiran, Singapura.